Pada tanggal 6 Januari 2024, saya dan Lyana (host saya di Merauke) berencana untuk camping di Danau Tablem, Merauke. Hari ini dan besok Lyana kebetulan sedang free karena Sabtu dan Minggu adalah hari liburnya. Jadi, kami berencana untuk melakukan kegiatan yang menyatu dengan alam agar tidak terlalu stress menunggu jaringan internet yang tak kunjung aktif di kota ini. Sudah dua hari kami merasa resah dan kesulitan sejak padamnya jaringan internet di Merauke. Sampai hari ini, saya pun belum bisa menghubungi keluarga.
Sebelum berangkat, di pagi harinya saya pergi ke salah satu pasar tradisional di kota Merauke untuk membeli kebutuhan logistik yang akan kami bawa ke Tablem. Karena lokasi yang cukup jauh dari kota, kami mempersiapkan semua barang dari rumah. Sepulang dari pasar, saya juga menyempatkan diri untuk mampir ke Tugu Monumen Kapsul Waktu. Setelah itu, kami mulai mempersiapkan keberangkatan pada pukul 14:00 siang.
Danau Tablem terletak di Kampung Yasa Mulya, Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Lokasinya cukup terpencil dan merupakan salah satu destinasi wisata alam yang menarik di daerah tersebut. Secara spesifik, Danau Tablem berada di sekitar area hutan dan sungai, dengan jarak beberapa jam perjalanan dari pusat kota Merauke. Kawasan ini dikenal karena keindahan alamnya yang masih alami dan belum banyak tersentuh oleh pembangunan modern.
Kami berangkat menggunakan sepeda motor dengan jarak tempuh sekitar 1 hingga 1,5 jam. Ketika berangkat, cuaca sangat cerah dan panas sekali. Kami benar-benar menikmati keindahan alam selama perjalanan. Akses menuju Danau Tablem umumnya memerlukan perjalanan darat yang bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor atau mobil. Kondisi jalan cukup baik, dan kami jarang menemukan jalan yang rusak.
Namun, di tengah perjalanan, tiba-tiba langit menggelap dan hujan mulai turun. Kami akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memakai jas hujan, karena rute menuju Tablem banyak melewati hutan-hutan liar, sehingga tidak memungkinkan untuk berhenti mencari tempat berteduh. Kami melanjutkan perjalanan dengan jas hujan, berkejar-kejaran dengan angin, hujan, dan petir, sementara suara bising dari jaket hujan juga tidak kalah nyaring. Sesekali, kami bertemu dengan suku lokal, yang membuat kami sedikit was-was, karena kami melintasi hutan-hutan liar dan jarang bertemu dengan pengendara lain.
Sebelumnya, saya masih asyik merekam dan mengabadikan momen perjalanan. Namun kali ini, entah mengapa terasa agak mencekam dengan hujan yang semakin deras dan belum ditemukannya pemukiman. Jalanan juga semakin licin, sehingga saya terus mengingatkan Lyana untuk tetap fokus dan berhati-hati saat menyetir. Dengan segala keterbatasan jas hujan, kami berusaha mengamankan barang-barang yang kami bawa agar tidak basah terkena air hujan.
Di tengah hujan deras, kami terus melanjutkan perjalanan dan sudah banyak menemukan pemukiman. Namun, karena sudah terlanjur, kami tidak berhenti untuk berteduh dan tetap melanjutkan perjalanan. Setelah kurang lebih 1,5 jam perjalanan, kami akhirnya melihat plang tanda belok menuju Danau Tablem. Namun, jalan masuk menuju lokasi danau ini belum diaspal, jadi hanya berupa tanah merah. Sekitar 10 meter dari jalan besar, kami terjatuh. Kami tidak tahu bagaimana bisa terjatuh, tiba-tiba kami sudah terduduk di tanah merah yang berlumpur dan penuh genangan air. Ah, ini benar-benar pelengkap dari perjalanan yang kami anggap sebagai bagian dari keseruan petualangan ini. Meskipun cukup sakit karena tertimpa motor, kami juga merasa ini adalah momen indah, jadi kami tertawa sambil diam sejenak.
Setelah tertawa dan diam sejenak, kami berusaha berdiri dan mendirikan motor kami. Jarak ke lokasi masih sekitar 300 meter dengan jalanan yang licin. Akhirnya, saya yang mengambil alih mengendarai motor dan meminta Lyana untuk jalan kaki agar lebih mudah. Karena ban motor licin dan kami membawa barang yang cukup berat, serta jalan yang licin, beban motor harus dikurangi agar bisa menyeimbangi gasnya. Saya mengendarai motor dengan pelan-pelan dan akhirnya kami sampai di lokasi. Hujan pun belum berhenti, meskipun tidak sederas tadi. Kami beristirahat di sebuah gazebo yang disediakan sebagai fasilitas di sana. Setelah hujan reda, kami mencoba mencari lokasi untuk membangun tenda. Namun, lokasi di tepi danau masih banyak tergenang air. Kami menunggu hingga tanah sedikit lebih kering, dan akhirnya tenda sudah berdiri.
Selah hujan badai yang menerjang perjalanan kami, akhirnya, setelah sampai dan selesai mendirikan tenda, tiba-tiba pelangi muncul berbarengan dengan matahari terbenam. Ah, ini adalah momen spesial sekali untuk saya setelah bertahun-tahun tidak pernah melihat pelangi lagi. Dan Tuhan memberikan momen indah ini di tanah Merauke. Saya dan Lyana benar-benar menikmati senja dengan pelangi yang sangat cerah hingga perlahan matahari terbenam dan pelangi menghilang secara bersamaan, menutup hari petualangan kami yang tak terlupakan.
Di Tablem ini tersedia kamar mandi dan musolah, yang memudahkan kami saat camping di Danau Tablem. Banyak juga rombongan keluarga yang berkemah di sini, karena lokasinya memang cukup nyaman untuk camping santai. Malam itu, saya dan Lyana langsung memasak dan makan malam. Kami membawa bahan masak lengkap dari rumah, termasuk ayam goreng, ikan asin, sayur lalapan, dan sambal terasi. Menu ini sangat cocok dan nikmat dinikmati di alam dengan cuaca dingin. Setelah makan, kami mengisi daya handphone, kamera, dan peralatan lainnya, serta ngobrol dengan rombongan tenda tetangga. Setelah itu, kami bersih-bersih dan tidur lebih awal agar bisa bangun pagi dengan segar.
Pagi hari di Danau Tablem benar-benar syahdu. Kami bangun cukup pagi, menikmati udara segar, dan masak untuk sarapan sebelum bersantai sebentar. Sekitar jam 10 pagi, saya dan Lyana mulai membongkar tenda dan mempersiapkan barang-barang untuk kembali ke kota Merauke. Namun, perjalanan pulang kali ini tidak hanya berdua, kami bergabung dengan rombongan teman-teman pemuda Merauke yang kebetulan tenda mereka bersebelahan dengan tenda kami. Sebelum pulang, kami sempatkan foto bersama dan kemudian pulang konvoi beriringan hingga kami berpisah setelah tiba di kota Merauke. Terima kasih kepada semua teman yang kami temui di Danau Tablem.
Petualangan ini sangat berkesan bagi saya, terutama karena kesan saya terhadap teman saya, Lyana. Saya semakin memahami seperti apa sosok teman yang baru saya kenal ini. Saya jarang sekali menemukan teman yang bisa berpetualang dan tetap menikmati segala keadaan tanpa banyak mengeluh. Ini adalah salah satu alasan saya memilih solo travel, karena dalam berpetualangan kita perlu menemukan teman yang benar-benar sefrekuensi, memiliki jiwa kebersamaan, saling menolong, dan yang paling penting, bisa tetap positif dalam keadaan apapun. Kali ini, saya bisa katakan bahwa Lyana adalah partner traveling yang ideal. Jika ada kesempatan di lain waktu untuk traveling bersama, saya tidak akan berpikir dua kali.